KARYA ILMIAH REMAJA
PEMANFAATAN BELIMBING WULUH (Averhoa Blimbi L.) SEBAGAI PENGAWET ALAMI PADA IKAN BANDENG (Chanos-chanos)
DISUSUN OLEH:
1. UMAR FARHAD
ABSTRAK
Pemanfaatan Belimbing Wuluh (Averrhoa Bilimbi L) Sebagai Pengawet Alami Pada Ikan Bandeng (Chanos chanos).
Kata Kunci : belimbing wuluh, pengawet alami
Selama ini pemanfaatan belimbing wuluh masih sangat terbatas sebagai bumbu masak. Padahal belimbing wuluh menyimpan potensi besar untuk dimanfaatkan, salah satunya sebagai bahan pengawet alami. Senyawa Flovanoid dalam belimbing wuluh dapat berperan sebagai anti bakteri yang dapat mencegah proses pembusukan. Penggunaan pengawet dari belimbing wuluh dapat menjadi solusi bahan pengawet yang aman dan murah ditengah munculnya berbagai macam pengawet sintetis yang berbahaya bagi kesehatan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi pustaka, dokumentasi, dan eksperimen. Eksperimen dilakukan dengan membandingkan ikan tanpa pengawet, ikan dengan pengawet garam dan ikan dengan pengawet belimbing wuluh. Komponen yang diamati meliputi warna mata ikan, tekstur daging dan bau. Pengamatan dilakukan selama 9 jam. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan ekstrak belimbing wuluh dapat mengawetkan ikan. dan lebih efektif apabila dibandingkan dengan pengawet lainnya.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Letak Negara Indonesia yang dilalui oleh garis khatulistiwa membuat Indonesia memiliki iklim tropis. Iklim tropis inilah yang membuat Indonesia memiliki kenekaragaman, khususnya keanekaragaman flora. Banyak tanaman di Indonesia yang sebenarnya dapat memberikan banyak manfaat, namun belum dibudidayakan secara khusus. Salah satu diantaranya adalah belimbing wuluh (Averrhoa Bilimbi L). Tanaman belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) mempunyai kandungan senyawa aktif baik pada batang, buah dan daun yang berpotensi sebagai anti bakteri. Pada batang mengandung senyawa saponin, pada buah mengandung senyawa flavonoid, triterpenoid dan daun mengandung senyawa aktif tannin. Senyawa-senyawa yang terdapat didalam belimbing wuluh (Averrhoa blimbi L) itu diduga mengandung senyawa antibakteri. Selain itu, pengujian terhadap bakteri Escherichia coli (E. coli), Staphylococcus aureus (S. aureus), Micrococcus luteus (M. luteus) dan Pseudomonas fluorescens (P. fluorescens) menunjukkan potensi yang aktif sebagai antibakteri. Adanya potensi antibakteri yang terdapat dalam tanaman belimbing wuluh (Averrhoa blimbi L), menjadikan peluang untuk dikembangkan penelitian-penelitian lebih lanjut sebagai obat diare atau pengawet alami pengganti formalin. Sementara ini kita hanya memanfatkan belimbing wuluh (Averrhoa blimbi L ) hanya digunakan sebagai pelengkap untuk membuat sayur.
Kota Rembang termasuk daerah yang mata pencaharian penduduknya sebagian besar adalah nelayan yang menghasilkan banyak ikan. Pada saat ini untuk mengawetkan ikan secara alami nelayan menggunakan garam. Selain itu ada nelayan yang menggunakan pengawet buatan. Bermunculannya banyak pengawet buatan didasari karena tuntutan konsumen yang menginginkan bahan olahan seperti ikan yang kondisinya masih segar. Sehingga banyak produsen ikan menambahkan zat-zat pengawet buatan seperti formalin dan boraks agar ikan yang mereka produksi terlihat segar dan juga tahan lebih lama. Namun penggunaan bahan pengawet buatan ini mengakibatkan munculnya penyakit, seperti penyakit kanker.
Banyak hasil penelitian yang menyebutkan potensi suatu tanaman dalam mengobati penyakit tertentu ataupun sebagai antibakteri, salah satunya adalah belimbing wuluh (Averrhoa blimbi L ) yang bisa tumbuh subur di kota Rembang. Pengembangan sebagai antibakteri dimanfaatkan sebagai bahan pengawet. Antibakteri adalah bahan pengawet yang berfungsi untuk menghambat kerusakan pangan akibat aktivitas mikroba. Penggunaan pengawet bertujuan untuk menjaga agar makanan tidak mudah rusak, tahan lama tidak merubah struktur atau tekstur makanan tersebut.
Dari latar belakang diatas peneliti akan menjadikan penelitian ini dengan judul” PEMANFAATAN BELIMBING WULUH (Averrhoa blimbi L ) SEBAGAI PENGAWET ALAMI PADA IKAN BANDENG (Chanos chanos)”
1.2 Batasan Masalah
Pembatasan masalah yang akan kami teliti meliputi:
1. Belimbing wuluh (Averrhoa Blimbi L) digunakan sebagai pengawet alami pada ikan bandeng (Chanos chanos).
2. Keefektifan belimbing wuluh (Averrhoa Blimbi L) sebagai pengawet alami jika dibandingkan dengan pengawet yang lain.
1.3 Rumusan Masalah
1. Dapatkah belimbing wuluh (Averrhoa Blimbi L) digunakan sebagai pengawet alami pada ikan bandeng (Chanos chanos)?
2. Seberapa efektifkah belimbing wuluh (Averrhoa Blimbi L) sebagai pengawet alami jika dibandingkan dengan pengawet yang lain?
1.4 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui belimbing wuluh (Averrhoa Blimbi L) dapat digunakan sebagai pengawet alami pada ikan bandeng (Chanos chanos).
2. Untuk mengetahui seberapa efektifkah belimbing wuluh (Averrhoa Blimbi L) sebagai pengawet alami jika dibandingkan dengan pengawet yang lain.
1.5 Manfaat penulisan
1. Manfaat Teoritis.
Dengan penelitian ini diharapkan dapat menambah dan mengembangkan wawasan ilmu pengetahuan.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi masyarakat, dapat digunakan sebagai informasi bahwa belimbing wuluh dapat digunakan sebagai pengawet alami pada ikan bandeng (Chanos chanos).
b. Bagi peneliti berguna untuk melatih dan mengembangkan pola pikir dan sikap ilmiah serta mendapat pengetahuan yang belum didapat sebelumya.
1.6 Sistematika Penulisan
Di dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini, penulis melakukan pembagian menjadi lima bab sebagai langkah untuk mempermudah penulisan karya ilmiah ini. Pembagian tersebut meliputi:
Bab I, berisikan Pendahuluan yang dibagi dalam beberapa pembahasan yakni: Latar Belakang, Batasan Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian meliputi manfaat teoritis dan praktis, serta Sistematika Penulisan.
Bab II, berupa Tinjauan Pustaka, yang terbagi dalam sub bab , belimbing wuluh, Manfaat belimbing wuluh, Pengawet alami.
Bab III, berisikan metode penelitian yang meliputi Waktu dan Tempat Penelitian, Metode Pengumpulan Data, serta Metode Analisis Data.
Bab IV, merupakan bab utama yang berisikan Hasil Penelitian dan Pembahasan dari permasalahan yang telah dirumuskan dalam Bab I.
Bab V, merupakan Penutup terdiri dari Simpulan dan Saran.
BAB II
TELAAH PUSTAKA
2.1 Morfologi dan Klasifikasi Belimbing Wuluh (Averrhoa Blimbi L)
Belimbing wuluh pohonnya tergolong kecil, tinggi mencapai 10 m dengan batang tidak begitu besar, kasar berbenjol-benjol, dan mempunyai garis tengah hanya sekitar 30 cm. Percabangan sedikit, arahnya condong ke atas, cabang muda berambut halus seperti beludru berwarna coklat muda. Bentuk daun menyirip ganjil dengan 21-45 pasang anak daun. Bunga berukuran kecil dan berbentuk menyerupai bintang, warnanya ungu kemerahan. Belimbing wuluh dapat tumbuh baik di tempat-tempat terbuka yang mempunyai ketinggian kurang dari 500 meter di atas permukaan laut. Tanaman ini tumbuh baik di daerah tropis dan di Indonesia banyak dipelihara di pekarangan atau kadang tumbuh liar di ladang atau tepi hutan. Tumbuhan belimbing wuluh menghasilkan buah berwarna hijau dan kuning muda atau putih.Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) atau sering disebut belimbing asam merupakan salah satu tanaman yang tumbuh subur di seluruh daerah di Indonesia khususnya di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Tanaman ini termasuk salah satu jenis tanaman tropis yang mempunyai kelebihan yaitu dapat berbuah sepanjang tahun (Amnur,2008).
Kingdom : Plantae (tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (berpembuluh)
Superdivisio : Spermatophyta (menghasilkan biji)
Divisio : Magnoliophyta (berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub-kelas : Rosidae
Ordo : Geraniales
Familia : Oxalidaceae (suku belimbing-belimbingan)
Spesies : Averrhoa bilimbi
(Dasuki, 1991)
2.2 Kandungan Kimia dalam Belimbing Wuluh
Berdasarkan hasil pemeriksaan kandungan kimia buah belimbing wuluh menunjukkan bahwa buah belimbing wuluh mengandung golongan senyawa oksalat, minyak menguap, fenol, flavonoid dan pektin. Flavonoid diduga merupakan senyawa aktif antibakteri yang terkandung dalam buah belimbing wuluh (Zakaria et al., 2007).
Menurut penelitian Fahrani (2009) menunjukkan bahwa ekstrak daun belimbing wuluh mengandung flavonoid, saponin dan tanin. Daun belimbing wuluh selain tanin juga mengandung sulfur, asam format , kalsium oksalat dan kalium sitrat. Bahan aktif pada daun belimbing wuluh yang dapat dimanfaatkan sebagai obat adalah tanin. Tanin ini juga digunakan sebagai astringent baik untuk saluran pencernaan maupun kulit dan juga dapat digunakan sebagai obat diare. Daun belimbing wuluh juga mengandung senyawa peroksida yang dapat berpengaruh terhadap antipiretik, peroksida merupakan senyawa pengoksidasi dan kerjanya tergantung pada kemampuan pelepasan oksigen aktif dan reaksi ini mampu membunuh banyak mikroorganisme.
2.3 Manfaat Belimbing Wuluh
Menurut (Wijayakusuma, 2006) Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) banyak ditanam sebagai pohon buah. Rasa buahnya asam digunakan sebagai sirup dan bahan penyedap masakan. Selain itu juga berguna untuk membersihkan noda pada kain, mengilapkan barang-barang yang terbuat dari kuningan dan sebagai obat tradisional. Daun belimbing wuluh berkhasiat untuk mengurangi rasa sakit atau nyeri dan pembunuh kuman serta dapat menurunkan kadar gula darah, bunganya juga dapat digunakan sebagai obat batuk dan perasan air buah sangat baik untuk asupan vitamin C dan di samping itu perasan buah juga dapat dipakai untuk keramas sebagai penghilang antiketombe, atau digosokkan sebagai penghilang panu. Rasa asam dan sejuk pada buah belimbing wuluh dapat menghilangkan sakit, memperbanyak pengeluaran empedu, antiradang, peluruh kencing.
Secara tradisional tanaman ini banyak dimanfaatkan untuk mengatasi berbagai penyakit seperti batuk, diabetes, rematik, dan gondongan. Selain sebagai obat belimbing wuluh (Averrhoa blimbi L) juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan kecantikan yaitu sebgai obat jerawat dan dapat juga dipakai untuk menghaluskan kulit. Selanjutnya buah belimbing wuluh(Averrhoa blimbi L) juga dimanfaatkan sebagai bahan tambahan masakan. Pada masakan, belimbing wuluh(Averrhoa blimbi L) memberi cita rasa asam sebagai peneyedap masakan. Buah belimbing wuluh(Averrhoa blimbi L) juga bisa menghilangkan amis pada ikan.
2.4 Pengawet Alami
Keuntungan utama dari penggunaan pengawet makanan alami yaitu tidak adanya efek samping yang membahayakan tubuh kita. Dibandingkan dengan penggunaan pengawet sintetis, pengawet alami lebih baik diunakan dann baik untuk dikonsumsi karena tidak menimbulkan efek seperti timbulnya penyakit kanker dan kerusakan organ vital di dalam tubuh kita. Selain itu berbagai macam jenis pengawet alami dapat dengan mudah didapatkan baik membeli ataupun menanamnya sendiri.
2.5 Faktor Pembusukan Ikan
Faktor utama yang berperan dalam pembusukan adalah proses degradasi protein yang membentuk berbagai produk seperti hipoksantin, trimetilamin, terjadinya proses ketengikan oksidatif dan pertumbuhan mikroorganisme. Selain itu Faktor yang menyebabkan ikan cepat busuk adalah kadar glikogennya yang rendah sehingga rigor mortis berlangsung lebih cepat dan pH akhir daging ikan cukup tinggi yaitu 6.4–6.6, serta tingginya jumlah bakteri yang terkandung didalam perut ikan. Bakteri proteolitik mudah tumbuh pada ikan segar dan menyebabkan bau busuk hasil metabolisme protein. Pertumbuhan mikroorganisme akan menyebabkan penyimpangan bau dan flavor. Walaupun begitu, ikan segar sendiri jarang menyebabkan keracunan pangan karena sebelum toksin terbentuk, pertumbuhan bakterinya cenderung membuat daging sudah tidak layak lagi untuk dimakan.
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian merupakan usaha untuk memperoleh fakta atau prinsip dengan cara mengumpulkan dan menganalisis data atau informasi tertentu. Untuk dapat membuktikan tentang kebenaran ilmiah dari penelitian yang dilaksanakan, maka perlu dikumpulkan fakta dan data yang menyangkut permasalahan yang akan diteliti dengan menggunakan metode (seperangkat langkah yang tersusun secara sistematis oleh Arifin, 2008: 57) dan teknik penelitian ilmiah.
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada awal bulan Agustus 2015 sampai Desember 2015. Penelitian dilakukan di sekolah SMP 1 LASEM agar mendapat pengawasan yang lebih baik dan dengan menggunakan metode studi pustaka, metode dokumentasipengambilan dan pengolahan data, dan metode eksperimen yang telah disebutkan diatas.
3.2 Metode penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Metode studi pustaka
Metode ini kami lakukan untuk menemukan, menyelidiki, dan
mengkaji berbagai pustaka yang ada, yang sesuai dengan penelitian
yang kami lakukan.
2. Metode Dokumentasi
Metode ini digunakan untuk pengamatan warna mata dan tekstur daging ikan bandeng pada proses pengawetan ikan bandeng.
3. Metode Eksperimen
Metode ini digunakan dalam pembuatan ekstrak belimbing wuluh dalam proses pengawetan ikan bandeng dengan menggunakan belimbing wuluh.
3.3 Prosedur Penelitian
1. Pembuatan ekstrak belimbing wuluh
1) Alat dan bahan
a) Alat : cawan petri, gelas kimia, tabung reaksi, kertas saring, rak, daan pisau
b) Bahan : Belimbing wuluh , garam, dan ikan bandeng.
2) Cara kerja
a) Buatlah ekstrak belimbing wuluh
b) Tumbuk belimbing wuluh sampai keluar ekstraknya
c) Saring ekstrak belimbing wuluh dengan menggunakan kertas saring hingga terpisah dari sarinya.
2. Pengawetan pada ikan bandeng
1) Alat dan bahan
a) Alat : ember
b) Bahan : belimbing wuluh, garam, ikan bandeng.
2) Cara kerja
a) Siapkan tiga ikan bandeng dengan ukuran yang sama 250 gram.
b) Letakkan ikan bandeng pada wadah/ ember A, B dan C
c) Pada ember A letakkan ikan bandeng tanpa diberi pengawet.
d) Pada ember B letakkan ikan bandeng dengan ditaburi garam.
e) Pada ember C lumuri ikan bandeng dengan ekstrak belimbing wuluh 50ml.
f) Amati ikan bandeng yang tanpa pengawet , yang dilumuri dengan garam, dan yang diberi ekstrak belimbing wuluh.
g) Amati ketiga ikan tersebut pada warna mata, tekstur daging, dan bau.
h) Biarkan sampai terlihat perbedaanya.
i) Tulis laporan hasil pengamatan berdasarkan penelitian yang dilakukan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pembahasan
Pada penelitian yang telah kami lakukan berdasarkan metode dokumentasi pada pembanding bau pada ikan bandeng yang tercantum pada tabel 1menunjukkan bahwa pada ikan bandeng tanpa pengawet, ikan yang diberi garam dan ikan bandeng yang dilumuri belimbing wuluh 50 ml pada pukul 07.00 ikan bandeng belum berbau. Pada pukul 10.00 sudah menunjukkan perbedaan yaitu untuk ikan bandeng yang tanpa pengawet dan ikan bandeng yang diberi garam sudah berbau ,sedangkan ikan bendeng yang dilumuri belimbing wuluh tidak berbau. Ini membuktikan bahwa pada ikan bandeng yang dilumuri belimbing wuluh yang mempunyai kandungan senyawa aktif mempunyai potensi sebagai antibakteri sehingga ikan bandeng tidak busuk. Senyawa aktif yang memberikan sifat antibakteri tersebut adalah senyawa tanin, karena tanin adalah senyawa polar dan memungkinkan larut dalam pelarut air. Menurut (Latifah 2008) ekstrak etanol dari belimbing wuluh, menunjukkan uji positif pada pengujian flavonoid dan terpenoid yang diduga aktif sebagai bahan antimikroba. Pada pukul 18.00 menunjukkan ikan bandeng berbau busuk, hal ini menunjukkan ekstrak belimbing wuluh sudah tidak bisa bereaksi lagi sehingga bakteri pembusuk bisa membusukkan ikan bandeng. tekstur daging ikan bandeng tanpa pengawet, diberi garam dan yang dilumuri belimbing wuluh 50 ml pada pukul 10.00 menunjukkan adanya perbedaan ikan bandeng tanpa pengawet lembek, ikan bandeng yang diberi garam sedkit kenyal dan ikan bandeng yang dilumuri belimbing wuluh 50 ml masih kenyal. Pada pukul 18.00 menunjukkan ikan bandeng tanpa pengawet tekstur dagingnya lembek dan jika dipegang kulitnya robek, ikan yang diberi garam lembek, sedangkan
ikan bandeng yang dilumuri belimbing wuluh 50 ml masih tetap kenyal. Hal ini menunjukkan bahwa ikan bandeng yang dilumuri belimbing wuluh masih segar. warna mata ikan bandeng tanpa pengawet, diberi garam dan dilumuri belimbing wuluh 50 ml yang menunjukkan perbedaan pada pukul 10.00, warna mata ikan bandeng tanpa pengawet merah, ikan bandeng yang diberi garam sedikit merah dan yang dilumuri belimbing wuluh 50 ml tetap jernih, sedangkan pada pukul 18.00 warna mata ikan bandeng merah dan kornea mata berubah putih, pada ikan bandeng yang diberi garam warna mata merah sedangkan ikan bandeng yang dilumuri belimbing wuluh 50 ml tetap jernih.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa belimbing wuluh dapat digunakan sebagai pengawet alami. Hal ini ditunjukkan bahwa ikan bandeng yang dilumuri belimbing wuluh 50 ml menunjukkan ciri-ciri ikan segar yaitu : selama empat jam ikan tidak berbau (berbau segar spesifik ikan),tekstur daging ikan selama 12 jam masih kenyal dan warna mata ikan terlihat terang, jernih, menonjol dan cembung. Menurut (Ditjen P2HP, 2007) ciri- ciri ikan segar adalah warna kulit terang dan jernih, masih kuat membungkus tubuh, tidak mudah robek terutama bagian perut,warna-warna khusus pada ikan terlihat jelas,sisik menempel kuat pada ikan sehingga sulit dilepas, mata terlihat terang,jernih ,menonjl dan cembung. Insang berwarna merah segar, terang dan lamela insang terpisah, insang tertutup lendir berwarna jernih dan berbau spesifik ikan. Tekstur daging kenyal menandakan rigormortis masih berlangsung, daging dan bagian tubuh lainnya berbau segar spesifik ikan, bila ditekan dengan jari tidak tampak bekas lekukan, melekat kuat pada tulang,daging pada perut utuh dan kenyal, warna daging putih dan spesifik daging ikan.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa ikan bandeng yang dilumuri dengan belimbing wuluh lebih efektif bila dibanding dengan yang diberi garam karena belimbing wuluh yang selama ini belum dimanfaatkan secara optimal dimasyarakat. Eksrak belimbing wuluh dapat digunakan sebagai pengawet alami alternatif sehingga dapat menggantikan penggunaan pengawet kimia yang marak digunakan dalam masyarakat salah satunya adalah formalin. Penggunaan bahan alam mempunyai potensi yang sangat besar dan relatif aman terhadap tubuh.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Dari hasil penelitian yang telah kami lakukan menunjukkan bahwa :
1. Belimbing wuluh (Averrhoa Blimbi L) dapat digunakan sebagai pengawet alami pada ikan bandeng (Chanos chanos) karena belimbing wuluh mengandung zat antibakteri yaitu tanin, flavonoiid, alkanoid,terpenoid, dan saponin yang membuat ikan menjadi awet segar.
2. Belimbing wuluh (Averrhoa Blimbi L) sebagai pengawet alami lebih efektif jika dibandingkan dengan pengawet yang lain karena dari segi fisik ikan yaitu bau, tekstur daging dan warna mata menunjukkan iken bandeng lebih awet/segar dibanding dengan yang diberi garam.
5.2 Saran
Dengan adanya penelitian ini, diharapkan masyarakat dapat memanfatkan belimbing wuluh secara maksimal,dan dalam pengolahan bahan pangan menggunakan pengawet alami karena lebih aman bagi kesehatan dibadingkan dengan pengawet buatan.